MUARABULIAN – Meski masuk daerah rawan banjir dan berpotensi gagal panen, program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) di kabupaten Batanghari tidak begitu diminati.
Padahal, tidak jarang petani harus mengalami kerugian karena lahan sawah mereka terendam banjir sebelum padi sempat dipanen.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura kabupaten Batanghari, M Hatta Ak melalui Kabid Sarpras, Ir Darwin Nasution mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah memberikan solusi bagi petani yang sawahnya rawan banjir. Solusi tersebut, kata Darwin, adalah lewat program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Dijelaskannya, jika petani sudah bergabung dengan AUTP, maka nantinya apabila sawah mereka terendam banjir hingga berakibatkan gagal panen, akan mendapatkan ganti rugi. Namun sayangnya, kata Darwin, para petani masih enggan untuk mengikuti progam ini.
Saat ini hanya satu kelompok tani di desa Rambutan Masa, kecamatan Muaratembesi yang ikut bergabung dengan AUTP. Itupun pada tahun 2017 lalu. Sementara untuk tahun 2018 tidak ada, sedangkan tahun ini memang tidak ada. Itu dikarenakan pada tahun ini Batanghari tidak dapat sasaran AUTP dari Kementerian Pertanian.
“ Mungkin karena tahun kemarin tidak ada realisasi, sehingga Batanghari tahun ini tidak dapat sasaran AUTP tersebut,” ungkap Darwin, Senin (18/3/2019).
Padahal, lanjut Darwin, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan mengimbau kepada petani saat itu untuk mendaftar di AUTP.
“ Kita terus menyampaikan kepada petani, namun mereka masih enggan. Padahal, jika sudah terdaftar di AUTP, mereka sangat diuntungkan. Kalau gagal panen, akan diberikan ganti rugi dengan dana yang lumanyan besar,” katanya.
Dijelaskannya, syarat bagi petani untuk bisa mengikuti atau mendaftar program AUTP cukup mudah. Yakni, petani terdaftar di kelompok tani (poktan) setempat dan tanaman padi yang diasuransikan minimal berumur sebulan. Luas lahan taaman padi tidak ditentukan.
Kalau syarat itu sudah cukup, petani bisa berkoordinasi dengan ketua poktan dan petugas penyuluh untuk mendaftar. Selanjutnya, akan ada survei dari pihak PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo),” ujarnya.
Premi yang harus dibayar petani Rp 180 ribu per hektare. Namun, 80 persen biaya tersebut disubsidi pemerintah. Artinya, petani hanya dibebani Rp 36 ribu.(mon)
Penulis: Mon
Editor: Raden Denni